Ketuk layar tiga kali atau tekan Ctrl + Spasi untuk mengganti tema tampilan. Join Channel WA Cerita Abu Sa'ad

Satu Langkah Lagi Jadi Penulis Hebat - Step 000

Impianku Menjadi Penulis Hebat Di Tiga Genre (Mystery, Psychological, Thriller)
Impianku Menjadi Penulis Hebat Di Tiga Genre - Abu Sa'ad
Cerita Abu Sa'ad

13 September 2025, menandai sebuah tonggak penting dalam hidupku: usiaku genap 25 tahun.

Hari itu, aku merenung jauh ke belakang, menelusuri jejak-jejak yang telah kutorehkan selama seperempat abad ini.

Sebuah periode di mana aku telah melangkah melewati berbagai fase, dari masa kanak-kanak yang penuh impian, remaja yang mencari jati diri, hingga awal masa dewasa yang penuh dengan tantangan dan pembelajaran.

Pada usia yang disebut sebagai “setengah perjalanan 20-an” ini, aku merasa perlu untuk menghentikan sejenak laju kehidupan.

Aku ingin memandang secara objektif setiap keputusan yang telah kuambil, setiap usaha yang telah kucurahkan, dan setiap hasil yang telah kuraih.

Apakah semua itu sejalan dengan harapan dan impian masa mudaku?

Apakah ada penyesalan yang perlu diperbaiki, atau justru kebanggaan yang patut disyukuri?

Aku mulai memilah satu per satu memori, seperti menyusun kepingan puzzle yang membentuk potret diriku.

Aku mengingat kembali masa-masa sekolah, persahabatan yang terjalin, dan pelajaran hidup yang didapat di luar buku.

Kemudian, aku beralih pada fase perkuliahan, di mana aku mulai mengukir minat dan passion, bertemu dengan berbagai macam pemikiran, dan membentuk fondasi awal karier.

Tak hanya itu, aku juga merefleksikan hubungan-hubungan personal yang telah kubangun.

Bagaimana aku berperan sebagai anak, saudara, teman, dan mungkin sebagai kekasih.

Apakah aku telah memberikan yang terbaik, atau justru ada ruang untuk perbaikan?

Setiap interaksi, baik yang menyenangkan maupun yang penuh konflik, telah membentuk siapa diriku hari ini.

Secara profesional, aku mencoba mengevaluasi sejauh mana aku telah berkembang.

Apakah pekerjaan yang kulakukan saat ini sesuai dengan passion? Apakah aku telah memberikan kontribusi yang berarti?

Atau adakah ambisi-ambisi lain yang belum sempat terjamah, yang kini menuntut untuk diwujudkan?

Sepanjang perjalanan refleksi diriku, aku sering kali dihadapkan pada kenyataan pahit: tidak ada hasil yang benar-benar signifikan, berdampak nyata, atau bahkan sekedar terlihat di kehidupan sehari-hari.

Bukanlah sebuah candaan ketika aku mengatakan sudah banyak sekali hal yang aku coba dan lakukan dalam hidup ini.

Namun, ironisnya, jejak-jejak dari semua upaya itu seolah lenyap ditelan bumi, hasilnya tak kunjung menampakkan diri.

Aku pernah mengejar berbagai ilmu dan pelatihan, berharap menemukan arah dan keahlian yang bisa mendefinisikanku.

Aku belajar Public Speaking membayangkan diriku berdiri di hadapan banyak orang, menginspirasi, memotivasi, dan menyentuh hati mereka dengan setiap kata yang terucap.

Namun, kenyataannya jauh dari bayangan itu. Aku tidak pernah menjadi seorang public speaker yang mampu menggerakkan audiens, bahkan untuk hal-hal sederhana sekalipun.

Impian itu tetap menjadi impian yang tak terwujud.

Kemudian, aku beralih ke dunia Content Creator. Aku mengikuti kelas, mempelajari strategi, teknik, dan rahasia para kreator sukses.

Aku membayangkan diriku menghasilkan konten setiap hari, mendapatkan ribuan likes, followers yang loyal dan komentar positif yang membanjiri setiap unggahan.

Aku melihat diriku sebagai sosok yang berpengaruh, membagikan ide-ide menarik dan berharga. Namun, lagi-lagi, kenyataan berbicara lain.

Aku tidak pernah menjadi kreator konten yang konsisten, apalagi yang mendapatkan pengakuan dan dampak sebesar itu.

Kontenku tenggelam dalam lautan informasi, tanpa jejak yang berarti.

Tak berhenti disitu, aku juga pernah mencoba peruntungan di bidang coaching, mentoring, dan training.

Aku mengikuti pelatihan intensif, mempelajari cara membimbing, memberdayakan, dan membantu orang lain mencapai potensi terbaik mereka.

Aku membayangkan diriku menjadi mentor yang bijaksana, coach yang suportif, dan trainer yang inspiratif, membimbing banyak individu menuju kesuksesan.

Namun, ironisnya, aku sendiri masih berjuang dengan hidup dan karierku.

Bagaimana mungkin aku membantu orang lain menemukan jalan mereka, sementara aku sendiri tersesat dalam labirin ketidakpastian?

Jangankan membantu orang lain, untuk diriku sendiri saja aku masih terseok-seok mencari pijakan.

Daftar pelatihan yang aku ikuti tak berhenti sampai di sana.

Aku pernah belajar Graphic Design, berharap bisa menciptakan visual-visual yang memukau dan berkomunikasi melalui gambar.

Aku menyelami UI/UX Design, mencoba memahami bagaimana antarmuka yang intuitif dan pengalaman pengguna yang mulus bisa tercipta.

Aku juga pernah mencoba Web Design, membayangkan diriku membangun situs-situs yang fungsional dan estetis.

Bahkan, aku sempat belajar bahasa pemrograman, berharap bisa menciptakan sesuatu dari nol, dari baris-baris kode yang rumit.

Editing video pun tak luput dari eksplorasiku, membayangkan diriku merajut gambar dan suara menjadi cerita yang menarik.

Namun, di balik semua upaya dan waktu yang telah aku curahkan, tidak ada stau pun hasil nyata yang bisa aku tunjukkan dengan bangga.

Semua hanya menjadi jejak-jejak yang samar, tanpa pencapaian berarti.

Pertanyaan-pertanyaan krusial mulai menghantuiku. Apakah memang tidak ada hasilnya karena aku memang tidak punya bakat di bidang-bidang itu?

Ataukah aku yang tidak mampu melihat peluang, yang mungkin saja tersembunyi di balik kegagalan-kegagalan kecil?

Atau, ini yang paling menohok, apakah selama ini aku tidak pernah cukup konsisten?

Apakah aku hanya belajar untuk sekedar tahu, mencicipi permukaan setiap keahlian tanpa pernah benar-benar menyelaminya hingga ke dasar?

Dengan kata lain, selama ini aku hanya menjadi seorang pengumpul pengetahuan, seorang pencicip berbagai bidang.

Aku belajar banyak hal, namun tidak pernah benar-benar tenggelam dalam satu keahlian yang bisa menjadi identitasku.

Tidak ada satu pun bidang yang bisa aku klaim sebagai “diriku” sebagai sesuatu yang membuat orang lain mengenalku.

Ketika orang lain bertanya, “Siapa Abu Sa’ad?”, aku tidak punya jawaban yang pasti, tidak ada keahlian tunggal yang bisa aku sebutkan dengan bangga, yang membuatku unik dan berbeda.

Aku merasa seperti sebuah buku dengan banyak bab yang belum selesai, tanpa ada satu pun cerita yang utuh.

Pada titik inilah, sebuah pertanyaan fundamental muncul dalam benakku: siapa aku sebenarnya dan bagaimana aku ingin dikenal oleh dunia?

Selama ini, aku merasa seperti bayangan, tanpa identitas yang jelas atau nilai yang berarti untuk dipersembahkan kepada orang lain.

Keberadaanku terasa hampa, seolah aku hanya hidup tanpa benar-benar berarti.

Kekhawatiran akan masa depan menghantuiku. Di usia 25 tahun ini, statusku masihlah seorang pengangguran.

Aku menolak untuk selamanya terjebak dalam kondisi ini. Aku tidak ingin menjadi manusia yang hidup di dunia namun mati di tengah-tengah komunitas manusia, tanpa jejak, tanpa makna.

Tidak ada yang mengenal namaku. Apakah hidupku hanya akan bersembunyi di balik zona nyaman yang aku ciptakan sendiri?

Rasa takut akan kondisi ini begitu nyata, mendorongku untuk segera bertransformasi sebelum terlambat.

Aku ingin namaku dikenal. Aku ingin ada orang yang tahu bahwa aku memiliki nama, sebuah eksistensi.

Namun, apakah sekadar dikenal namanya sudah cukup? Apa dampak yang akan dihasilkan jika orang hanya sekadar tahu namaku?

Tentu saja tidak.

Namaku harus membawa sebuah makna, sebuah substansi dan bahkan segudang prestasi.

Sesuatu yang ketika diucapkan oleh seseorang, akan segera terlintas di benak mereka.

Dan esensi yang ingin aku lekatkan pada namaku adalah:

Seorang Penulis Hebat di Tiga Genre: Mystery, Psychological, Thriller.

Ya, ketika seseorang menyebut genre Mystery, Psychological, Thriller, aku ingin namaku menjadi yang pertama terbesit dalam pikiran mereka.

Ketika mereka berdiskusi tentang siapa yang ahli dalam menciptakan plot-twist yang mengejutkan, namaku haruslah yang pertama disebut.

Selama ini, aku telah mempelajari banyak hal, namun hanya sebatas permukaan, tanpa benar-benar menyelami esensinya.

Kali ini, aku bersumpah tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

Aku akan belajar dengan fokus dan mendalam, berlatih tanpa henti, dan berkembang menjadi seorang penulis hebat yang mampu berdiri sejajar dengan para penulis terkemuka lainnya.

Ini bukan lagi tentang sekadar mengumpulkan informasi, melainkan tentang membentuk keahlian yang teruji dan terbukti.

Aku teringat akan sebuah buku berjudul Pecahkan karya Pandji Pragiwaksono dan Ulwan Fakhri.

Ada satu pelajaran berharga yang melekat dalam ingatanku: buku tersebut adalah hasil kolaborasi antara seseorang yang berpengalaman (Pandji) dan seseorang yang berpengetahuan (Ulwan).

Pandji Pragiwaksono, dengan jam terbangnya yang melampaui semua komika di Indonesia, adalah sosok yang sangat berpengalaman di panggung Stand Up Comedy.

Sementara itu, Ulwan Fakhri begitu menguasai berbagai teori Stand Up Comedy.

Aku tidak ingin menjadi Pandji Pragiwaksono, pun aku tidak berminat menjadi Ulwan Fakhri.

Aku ingin menjadi seseorang yang melampaui mereka, yang tidak hanya menguasai berbagai teori tapi juga memiliki keterampilan yang teruji.

Aku bertekad menjadi penulis yang memiliki pengetahuan yang luas, pemahaman yang mendalam, dan keterampilan yang terbukti melalui berbagai karyaku.

Singkatnya, aku adalah penulis dengan pengetahuan luas, pemahaman mendalam, dan keterampilan yang terbukti melalui setiap tulisan yang aku hasilkan.

Aku sepenuhnya menyadari bahwa saat aku mengucapkan kalimat-kalimat ini, perjalanan yang terbentang di hadapanku tidak akan pernah menjadi jalan yang mulus.

Sebaliknya, ia akan dipenuhi dengan berbagai rintangan, ujian dan permasalahan yang tak terhindarkan dalam proses mewujudkan impianku menjadi seorang penulis hebat di tiga genre yang aku pilih: Mystery, Psychological, Thriller.

Namun, dengan kesadaran penuh ini, aku memilih untuk terus melangkah maju, tanpa keraguan. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk bergerak.

Satu langkah demi satu langkah akan aku upayakan dengan sekuat tenaga.

Tidak ada satu hari pun yang akan berlalu tanpa aksi nayata untuk mendekatkan diri pada impian tersebut.

Selama napas masih berhembus dalam ragaku, tidak akan ada kata berhenti dalam bergerak maju.

Aku akan memaksakan diri, mendorong kakiku untuk terus meninggalkan jejak, menciptakan progres, sekecil apa pun itu, setiap hari.

Aku tidak akan membiarkan rasa sakit menghentikanku. Aku tidak peduli jika jalan yang harus kulalui penuh dengan duri tajam dan hambatan yang menyakitkan.

Fokus utamaku adalah satu: aku harus terus maju setiap hari.

Sebab, aku tahu persis, tanpa satu langkah (tambahan) lagi, impian yang telah kutanam dalam hatiku tidak akan pernah bisa terwujud menjadi kenyataan.

Selama ini, aku mungkin sudah terlaku lama terjebak dalam zona nyaman kehidupan pribadiku.

Kenyamanan itu bagaikan selimut hanya yang membuai, membuatku enggan beranjak.

Namun, kesadaran telah menghentakku: kenyamanan tidak akan pernah melatih seseorang untuk menjadi hebat.

Tidak ada satu pun orang hebat di dunia ini yang lahir dari pangkuan rasa nyaman.

Justru sebaliknya, kebesaran dan pencapaian luar biasa sering kali muncul dari kesulitan.

Seseorang yang mampu mewujudkan impian-impian besar, meraih penghargaan tertinggi, dan bahkan menciptakan peradaban adalah mereka yang hidup akrab dengan penderitaan dan tantangan.

Mereka semua berangkat dari ketidaknyamanan, dari kondisi yang mendorong mereka melampaui batas, dan pada akhirnya, mereka menemukan ketenangan dan kepuasan sejati.

Memang benar, tidak ada seorang pun yang bisa merasa nyaman dengan proses itu sendiri, karena setiap proses, apalagi proses menuju kehebatan, pasti menyakitkan, penuh gejolak, dan menguras energi.

Namun, kita memiliki pilihan untuk belajar hidup bersama proses tersebut.

Aku sangat yakin, seseorang yang memilih untuk hidup selaras dengan proses, menerima setiap tantangan sebagai bagian dari perjalanan, pada akhirnya akan mampu menikmati proses itu sendiri, menemukan makna dan kepuasaan di dalamnya.

Proses yang menantiku ini akan sangat panjang dan berliku. Aku tidak tahu pasti di langkah ke berapa aku akan tiba di tujuan akhir, atau bahkan jika aku akan pernah benar-benar “berhenti”.

Yang aku tahu dengan pasti hanyalah ini: hari ini, aku harus melangkah satu langkah lagi.

Bagaimanapun kondisi yang aku hadapi, seberat apapun tantangannya, aku harus dan akan tetap melangkah satu langkah lagi hari ini.

Karena setiap langkah kecil itu, sekecil apapun, adalah bagian tak terpisahkan dari jalinan impian besar ini.

Perjalanan Menuju Impian Menjadi Penulis Hebat: Sebuah Ikrar dan Impian.

Aku menetapkan batas waktu untuk diriku sendiri: usia 30 tahun.

Pada momen itu, aku berambisi untuk dikenal luas sebagai seorang penulis yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang sangat luas, tetapi juga pemahaman yang luar bisa dalam berbagai genre, khususnya Mystery, Psychological, Thriller.

Ini bukan sekedar keinginan, melainkan sebuah ikrar yang akan kujalani dengan sepenuh hati.

Fase Awal: Pondasi Ilmu dan Latihan.

Saat ini, di usia 25, aku sedang memasuki fase krusial: belajar dan berlatih.

Aku sangat meyakini bahwa kemudahan dalam mencapai sesuatu, termasuk menghasilkan karya yang luar biasa, berbanding lurus dengan kedalaman pengetahuan dan pemahaman.

Semakin kokoh pondasi ilmuku, semakin cepat pula aku akan bergerak maju.

Aku menyadari bahwa mungkin akan ada masa di mana orang-orang mencibir, menyebutku hanya pandai berteori tanpa karya nyata.

Namun, suara-suara sumbang itu tidak akan menggoyahkan tekadku. Justru, aku akan membiarkannya mengaung sekeras mungkin di luar sana.

Saat mereka sibuk dengan prasangka dan perkataan negatif, aku akan sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut sesuatu yang besar.

Sebuah karya yang akan membungkam semua keraguan dan membuktikan bahwa ketekunan tidak akan pernah mengkhianati hasil.

Sebuah Kesadaran yang Tulus.

Mungkin bagi sebagian orang, memulai perubahan di usia 25 terkesan terlambat.

Namun, bagiku, ini adalah sebuah kesadaran yang benar-benar lahir dari hati.

Bukan karena paksaan, bukan karena tren, melainkan karena panggilan jiwa yang tulus.

Dan karena lahir dari hati, sudah sepantasnya perubahan ini kujalani dengan sepenuh hati, tanpa setengah-setengah.

Ingatlah, saat pertama kali aku menorehkan impian ini di atas kertas, tidak ada satu pun orang yang mengenal namaku.

Jika aku berharap namaku dikenal luas, maka namaku haruslah bersanding erat dengan impian-impianku.

Mulai hari ini, namaku akan menjadi wadah bagi banyak cerita yang belum terungkap.

Aku akan terus bercerita di atas kertas setiap hari, menumpahkan segala gagasan dan imajinasiku, sampai tiba saatnya orang-orang tertarik untuk mendengarkan kisahku.

Tugas Esensial Seorang Penulis.

Dan satu hal yang jauh lebih penting dari segalanya: tugas utama seorang penulis adalah menulis dan menghasilkan tulisan.

Kata “malas menulis” tidak seharusnya ada dalam kamus seorang penulis.

Setiap detik yang berlalu adalah kesempatan untuk merangkai kata, dua detik untuk membentuk frasa, dan tiga detik untuk membangu klausa.

Demikian seterusnya, hingga semua itu menjelma menjadi sebuah karya yang utuh.

Itulah tugasku sebagai penulis, dan akan kupenuhi dengan dedikasi penuh!

Abu Sa'ad
Aku berhenti kuliah, bukan berhenti belajar. Aku tidak gagal, hanya tidak punya gelar.

Beri Dukungan Pada Penulis

Dukung Abu Sa'ad via GoPay

Kode QRIS akan muncul setelah kamu setuju dengan syarat dan ketentuan dibawah

QR Code GoPay

Scan kode QRIS diatas menggunakan aplikasi GoPay